Sebuah dinasti dan pemerintahan yang telah berlangsung selama beberapa dekade tampaknya telah berakhir di Suriah. Presiden Bashar Assad dilaporkan telah digulingkan. Ia dan keluarganya melarikan diri ke Rusia.
Hingga kekuasaannya diruntuhkan oleh pasukan pemberontak pada Minggu (8/12), Assad sejatinya dikenal sebagai pemimpin dengan jaringan sekutu yang kuat: Rusia, Iran, dan milisi yang didanai Iran seperti Hizbullah di Lebanon. Tanpa dukungan dari mereka, Assad kemungkinan besar sudah tersingkir oleh revolusi rakyat Suriah beberapa tahun sebelumnya. Namun, sekutu-sekutu tersebut kini tampaknya telah meninggalkannya.
Dipicu oleh revolusi damai pada tahun 2011, perang saudara Suriah sempat mendorong rezim Assad ke ambang kebangkrutan pada tahun 2015. Pemerintah Suriah hampir tidak mampu membayar militernya sendiri, dan Assad hanya menguasai sekitar 10% wilayah negaranya pada saat itu.
Namun, saat itu, ketika pemerintah Suriah meminta bantuan dari Rusia, Moskow merespons dengan mengirimkan kekuatan militer.
Jet tempur Rusia melancarkan serangan udara besar-besaran di wilayah Suriah, dengan dalih menyerang “teroris” dan bukan revolusioner.
Kebrutalan yang melegenda
Tentu saja, ada teroris di Suriah saat ini, termasuk kelompok-kelompok ekstremis seperti Islamic State (ISIS). Namun, eksistensi mereka juga dipicu sebagian oleh kebijakan Assad sendiri. Pada akhir 2011 misalnya, Assad memerintahkan pembebasan banyak tahanan ekstremis Sunni dari penjara, yang kemungkinan dilakukan untuk mendiskreditkan revolusi.
Namun, para ekstremis ini kemudian bergabung dengan para revolusioner untuk mewujudkan tujuan mereka sendiri, yang pada akhirnya malah mendominasi perlawanan terhadap rezim Suriah. Langkah Assad ini, yang awalnya dirancang untuk melemahkan revolusi, justru menciptakan ancaman baru yang lebih besar.
Meski begitu, langkah Assad tersebut bukanlah sebuah kejutan besar. Sejak awal revolusi melawan pemerintahannya, Assad telah membuktikan dirinya sebagai pemimpin yang kejam demi mempertahankan kekuasaan, meskipun akhirnya tak dapat bertahan selamanya.
Contoh paling terkenal dari kekejaman ini adalah serangan gas sarin di Ghouta pada 2013. Roket-roket berisi gas saraf mematikan itu menghantam daerah-daerah yang dikuasai oposisi di sekitar Damaskus, menewaskan ratusan orang. Ini adalah salah satu serangan senjata kimia paling mematikan sejak perang Iran-Irak.
Assad juga tidak ragu-ragu untuk menjatuhkan bom barel ke sekolah-sekolah dan rumah sakit di Suriah. Karena kebrutalan pemerintahannya, diperkirakan ratusan ribu orang tewas selama konflik yang telah berlangsung lebih dari satu dekade, dan puluhan ribu orang disiksa dan dibunuh di penjara-penjara pemerintah.
Harapan awal yang pupus
Ironisnya, awal kekuasaan Assad diwarnai harapan perubahan. Setelah pada tahun 2000 mewarisi jabatan dari ayahnya – diktator Hafez Assad yang telah berkuasa selama 30 tahun – banyak yang berharap dokter mata lulusan Inggris kelahiran 1965 itu akan menjadi pemimpin yang lebih liberal.
Enam bulan pertama kepemimpinannya bahkan dikenal sebagai “Musim Semi Damaskus”, di mana kebebasan media dan suara-suara liberal sempat berkembang. Saat itu, Bashar Assad tampaknya ingin mengembalikan apa yang telah dirampas oleh ayahnya kepada negaranya, seperti kebebasan politik, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan di atas segalanya, media yang diizinkan untuk lebih terbuka dan lebih kritis, bahkan terhadap pemerintahnya sendiri.
Tidak sedikit warga berpendidikan di negara itu yang percaya pada kata-katanya. Namun, bagi para elit penguasa, kebebasan itu sudah kelewat batas. Optimisme ini pun hanya bertahan setahun. Pada bulan Agustus 2001, penangkapan pertama mulai dilakukan terhadap mereka yang menyatakan oposisi, termasuk anggota parlemen Suriah.
Bashar Assad, dokter yang menjelma jadi diktator
Awalnya, Bashar Assad tidak pernah dipersiapkan menjadi pemimpin. Ia menempuh pendidikan kedokteran di Damaskus dan London. Bahkan, Bashar Assad sebenarnya tidak pernah diharapkan untuk menggantikan ayahnya. Pekerjaan itu sebenarnya diperuntukkan bagi kakak laki-lakinya, Basil – tetapi Basil meninggal dalam kecelakaan mobil pada tahun 1994.